Thailand – Kamboja Memanas Lagi, Apa Penyebabnya ?

Thailand – Kamboja Memanas Lagi, Apa Penyebabnya ? Perbatasan Thailand-Kamboja kembali jadi lautan ketegangan, dengan ledakan dan serangan udara yang pecah sejak 8 Desember 2025. Hanya dua bulan setelah kesepakatan damai yang difasilitasi Presiden AS Donald Trump di Kuala Lumpur, kedua negara saling tuduh langgar gencatan senjata, picu evakuasi massal lebih dari 500.000 warga sipil di provinsi-provinsi perbatasan seperti Buriram, Sisaket, dan Preah Vihear. Setidaknya 13 orang tewas—termasuk prajurit dan warga tak bersalah—sementara ratusan luka dan infrastruktur hancur, dari rumah hingga kasino perbatasan yang jadi target. Konflik ini bukan sekadar tembak-menembak, tapi ledakan lama sengketa kolonial yang kini campur politik domestik dan nasionalisme. Di tengah SEA Games 2025 yang digelar Thailand, Kamboja bahkan tarik seluruh atletnya—sinyal bahwa api ini bisa bakar stabilitas Asia Tenggara.

Latar Belakang Sengketa Perbatasan Thailand – Kamboja

Sengketa Thailand-Kamboja bukan cerita baru; ia lahir dari peta kolonial Prancis tahun 1907 yang ambiguitasnya jadi bom waktu. Perbatasan sepanjang 817 km ini penuh titik panas, terutama kompleks candi kuno seperti Preah Vihear yang ICJ beri ke Kamboja pada 1962—tapi wilayah sekitarnya tetap diklaim Thailand. Sejak 2008, bentrokan sporadis tewaskan puluhan, termasuk pertukaran artileri 2011 yang evakuasi ribuan warga.

Tahun 2025, api nyala lagi Mei itu. Skirmish dekat Preah Vihear tewaskan tentara Kamboja, picu tuduhan saling serang. Thailand tutup perbatasan, Kamboja boikot barang impor—ketegangan naik hingga Juli, saat pertempuran hebat empat hari di 12 titik tewaskan 48 orang dan evakuasi 300.000 jiwa. Trump turun tangan, fasilitasi kesepakatan damai 26 Oktober di Kuala Lumpur bareng PM Malaysia Anwar Ibrahim—janji tarik pasukan, nonaktifkan ranjau, dan dialog via Joint Border Committee. Tapi Oktober akhir, Thailand gantung implementasi setelah tentara mereka cacat ranjau—mereka tuduh Kamboja pasang baru. Kamboja bantah, sebut itu ranjau lama Thailand. Situasi mendidih pelan hingga akhir pekan lalu, saat tembakan pertama pecah Minggu dini hari.

Penyebab Eskalasi Thailand – Kamboja Terkini

Pemicu langsung: insiden ranjau November yang cacatkan tentara Thailand, diikuti tuduhan Kamboja pasang ranjau segar di zona demiliterisasi—langgar kesepakatan Oktober. Bangkok sebut itu “provokasi”, Phnom Penh balas tuduh Thailand infiltrasi warga sipil untuk klaim tanah. Akhir pekan lalu, bentrokan kecil di Sisaket dan Ubon Ratchathani eskalasi jadi serangan roket Kamboja yang tewaskan satu tentara Thailand dan luka tujuh orang—Bangkok balas dengan jet F-16 serang infrastruktur militer Kamboja Senin pagi, termasuk gudang senjata di kasino perbatasan.

Tapi akarnya lebih dalam: nasionalisme domestik. Di Thailand, PM Anutin Charnvirakul hadapi kritik oposisi soal “lemah” ke Kamboja, dorong militer ambil sikap keras untuk populisme. Di Kamboja, PM Hun Manet—putra Hun Sen—pakai konflik bangun image kuat, terutama setelah mundur dari SEA Games sebagai “protes damai”. Faktor eksternal: pengaruh China di Kamboja (investasi Mekong) vs dukungan AS ke Thailand, bikin mediasi Trump goyah. Analis bilang, tanpa demarcasi batas final, insiden kecil seperti ranjau atau wisatawan nyanyi lagu nasional bisa nyalakan api lagi—seperti Februari lalu di Prasat Ta Muen Thom.

Dampak dan Respons Internasional

Dampaknya tragis: hingga 10 Desember, 500.000 warga evakuasi—400.000 di Thailand ke racetrack Buriram dan pagoda, 100.000 di Kamboja ke shelter Preah Vihear. Sekolah tutup, rumah hancur, roket jatuh dekat rumah sakit Surin—sembilan warga sipil Kamboja tewas, 20 luka; Thailand laporkan empat prajurit mati, 68 luka. Ekonomi rontok: perdagangan perbatasan stop, harga pangan naik 20%, dan SEA Games kehilangan Kamboja sepenuhnya—cabang seperti voli dan sepak bola terdampak.

Internasional gerak cepat. Trump janji telepon kedua pemimpin untuk “selamatkan kesepakatan saya”, sementara Sekjen PBB Antonio Guterres desak de-eskalasi dan lindungi sipil. ASEAN panggil darurat, Anwar Ibrahim tawarkan mediasi lagi—tapi Thailand tolak “pihak ketiga” sementara. Prancis (eks kolonial) prihatin, India keluarkan imbauan perjalanan. Kamboja siap runding “kapan pun”, tapi Thailand bilang “lanjutkan hingga kedaulatan aman”. Di X, warga Kamboja sebut ini “agresi Thailand”, sementara Thai netizen dukung militer—polarisasi makin dalam.

Kesimpulan

Konflik Thailand-Kamboja yang memanas lagi ini pengingat rapuhnya damai di perbatasan abu-abu: dari ranjau November hingga airstrike Desember, penyebabnya campur warisan kolonial, politik dalam negeri, dan kurangnya kepercayaan. Dengan 500.000 pengungsi dan 13 nyawa hilang, biaya manusiawi tak tertanggung—ekonomi lumpuh, SEA Games terganggu, dan stabilitas ASEAN terancam. Trump dan Anwar punya peran kunci selamatkan kesepakatan Oktober, tapi tanpa demarcasi batas permanen via ICJ, siklus ini bakal ulang. Kedua negara butuh dialog sungguhan, bukan tuduhan—karena perbatasan ini bukan milik satu pihak, tapi warisan bersama yang layak dijaga damai. Semoga telepon Trump besok jadi titik balik, bawa warga pulang ke rumah, bukan bunker.

Baca Selengkapnya Hanya di…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *